Menyaring Biogas, Menjaring Listrik
Intisari-Online.com - Memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas sudah banyak dilakukan di kalangan peternak. Umumnya digunakan untuk menggantikan bahan bakar di dapur. Dengan memanfaatkan biogas dari kotoran ternah, anggaran bahan bakar untuk memasak pun bisa dipangkas. Seperti pengalaman Entar, ibu rumah tangga di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Jika sebelumnya ia harus membeli tabung elpiji 3 kg per pekan seharga Rp 15.000,-, setelah beralih ke biogas ia tak perlu lagi beli LPG.Akan tetapi, potensi biogas sebetulnya tak melulu urusan dapur. Sebab, biogas juga dapat menghidupkan mesin generator. Hanya saja perlu pengolahan sebelum masuk ke mesin sebab biogas mengandung 60 - 70 persen gas metana, 20 - 30 persen karbondioksida, 3 persen hidrogen sulfida, dan 5 - 7 persen uap air. Dari kandungan itu, hanya gas metanalah yang dibutuhkan. Sedangkan yang lain justru merusak, seperti uap air yang memicu korosi.
Untuk menghilangkan kandungan karbondioksida, hidrogen sulfida, dan air - semuanya mengurangi nilai bakar - dilakukanlah penyaringan. Setelah tersaring, seperti hasil penelitian di Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI, yang dilakukan oleh Satriyo Krido Wahono ST, daya bakar biogas pun meningkat.
Semakin tinggi heating value alias nilai bakar sebuah bahan bakar, semakin besar energi yang dilepaskan saat pembakaran. Semakin tinggi nilai bakar, pemakaian bakal kian irit. Efek lain, prospek pemanfaatan biogas dengan HV tinggi lebih luas.
Menggunakan zeolit
Satriyo yang alumnus Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro merancang sistem penyaringan sederhana dan efektif untuk memperoleh metana dari biogas. Dalam riset itu ia menggunakan beberapa bahan yaitu zeolit alam dari Gunungkidul, Yogyakarta, tepung tapioka, batu kaolin, batu bentonit, batu gamping, larutan natrium hidroksida pekat, dan kitosan cair. Prinsipnya, “Bahan penyaring harus mampu menyerap semua jenis gas, kecuali metana”, ujar Satriyo.
Satriyo yang alumnus Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro merancang sistem penyaringan sederhana dan efektif untuk memperoleh metana dari biogas. Dalam riset itu ia menggunakan beberapa bahan yaitu zeolit alam dari Gunungkidul, Yogyakarta, tepung tapioka, batu kaolin, batu bentonit, batu gamping, larutan natrium hidroksida pekat, dan kitosan cair. Prinsipnya, “Bahan penyaring harus mampu menyerap semua jenis gas, kecuali metana”, ujar Satriyo.
Satriyo membuat enam jenis campuran untuk bahan penyaring: gabungan zeolit dan natrium hidroksida pekat, bentonit, kaolin, gamping, tapioka, dan kitosan cair. Mula-mula, pria 29 tahun itu melakukan dealuminasi untuk meningkatkan kapasitas pori-pori kristal zeolit. Dealuminasi adalah proses menyingkirkan atom aluminium yang semula mengisi pori-pori kristal. Selanjutnya, Satriyo memperluas dan mengaktifkan pori-pori kristal zeolit dengan proses kalsinasi sampai zeolit siap digunakan sebagai elemen penyaring.
Langkah berikutnya, ia membuat empat macam bahan penyaring dengan melarutkan 600 g serbuk zeolit berukuran 100 mesh dalam 300 ml air. Ke dalam wadah pertama Satriyo menambahkan 100 g kaolin, wadah kedua 100 g bentonit, wadah ketiga 100 g kanji, dan 100 g gamping di wadah keempat. Selain itu ia juga membuat campuran natrium hidroksida, rendam serbuk zeolit berukuran 5 - 10 mesh dalam larutan zat itu. Untuk membuat campuran kitosan menggunakan serbuk zeolit berukuran 100 mesh. Satriyo lantas mengeringkan keenam campuran itu, lalu mencetak menjadi pelet berdiameter 3-4 mm dan panjang 1-2 cm.
Ia memasukkan masing-masing campuran ke dalam tabung penyaring, memasang tabung pada selang biogas antara digester dengan generator berdaya 700 watt. Biogas berasal dari digester tipe floating roof berbahan plastik fiber berkapasitas 10 m3. Digester itu menghasilkan biogas bertekanan 4 - 6 cm air (0,0004 - 0,0005 atm). Satriyo mengukur kuat tegangan dan arus listrik yang dihasilkan generator saat menggunakan bahan penyaring berbeda. Semakin baik bahan bakar, semakin tinggi dan stabil kekuatan tegangan dan arus listrik yang dihasilkan.
Campuran zeolit dan tapioka menghasilkan tegangan dan arus tertinggi. Namun, campuran itu tidak bisa digunakan dalam waktu lama. “Bahan kanji menjadikan pelet rapuh dan mudah hancur”, ujar Satriyo. Serpihannya bakal terisap generator dan mengakibatkan kerusakan. Itulah sebabnya Satriyo lalu mengganti tapioka dan memadukan zeolit dengan kaolin dalam pengembangan selanjutnya. Bahan campuran itu kuat sehingga tidak mudah hancur, daya saring efektif, serta mudah dibersihkan.
Keunggulan lain, tahan lama dan tidak lekas jenuh. “Dengan demikian tidak repot terlalu sering bongkar pasang saringan sekadar untuk membersihkan”, ujar Satriyo. Maklum, saat membongkar saringan, maka aliran biogas pun terhenti sehingga generator tak bekerja menghasilkan listrik. Kini, beberapa perusahaan mulai menjajaki hasil karya Satriyo. (*)
Sumber : http://intisari-online.com/read/menyaring-biogas-menjaring-listrik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar